Kamis, 02 Juni 2016

Profil Suku Korowai

Suku kanibal di Indonesia 

Peta Papua (Suku Korowai)
https://id.wikipedia.org/wiki/Papua

A.    Asal-usul Suku Korowai
Pada tahun 1970-an, dimana seorang misionaris Kristen datang ke Papua dan mulai hidup bersama suku Korowai. Dari misionaris ini pula lah pada akhirnya suku Korowai mempelajari bahasa mereka, yaitu bahasa Awyu-Dumut, sebuah bahasa dari wilayah tenggara Papua. Pada tahun 1979, misionaris Belanda tersebut mendirikan sebuah pemukiman yang disebut Yarinuma. Di sini tinggal suku Korowai yang telah terbuka pada dunia luar. Biasanya yang datang kemari adalah anggota suku Korowai itu sendiri..[1]
Di selatan timur Papua, ada sebuah suku dengan nama suku Korowai atau suku Kolufu, sedikit hal yang dapat diketahui tentang mereka sebelum tahun 1970-an. Mereka tinggal dibagian selatan dari bagian barat New Guinea dan dikatakan bahwa mereka dahulunya adalah manusia yang memakan daging manusia atau kanibal. Kulit mereka ditandai dengan bekas luka, hidung mereka ditusuk dengan tulang runcing, yaitu tulang burung yang dibengkokkan ke atas dari lubang hidung mereka. Ada sekitar 3000 orang Korowai yang masih tinggal di daerah-daerah.[2]
Suku Korowai adalah suku yang tinggal di tanah Indonesia. Secara geografis, masyarakat Korowai adalah penduduk Indonesia. Namun jangan tanyakan hal tersebut oleh masyarakat Korowai, berada di perkampungan masyarakat Korowai seakan berada di tempat lain yang tidak terpetakan. Menuju ke tempat ini pun harus ditempuh dengan perjalanan udara, menelusuri sungai, berjalan kaki menembus belantara serta melewati rawa dan lumpur.[3]

B.     Keunikan yang didapat dari suku Korowai
1Tak Memakai Koteka 
Sebagai manusia normal atau kita yang hidup diperadaban modern mungkin akan menganggap hal ini sedikit gila dan aneh. Tapi inilah yang istimewa dari suku Korowai. Mereka berbeda dengan suku pedalaman di tanah Papua lainnya yang menggunakan koteka untuk menutupi kelamin terutama para kaum lelaki.
Suku Korowai ini tidak menggunakan koteka dalam kesehariannya, melainkan mereka memasukan secara paksa penis kedalam kantong jakar dan pada ujungnya mereka balut ketat dengan sejenis daun.
2. Rumah Pohon
Rumah pohon kedua suku bisa dikatakan tempat tinggal yang paling luar biasa yang pernah berdiri di Tanah Air ini. Bagaimana tidak, rumah ini berdiri menjulang kokoh dengan ketinggan sekitar 40-50 meter dari atas tanah.[4]

C.    Kepercayaan dan Ritual Suku Korowai
Belum diketahui pasti apa sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat suku Korowai, namun mereka menerapkan sistem kanibalisme secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Penerapan sistem ini  tidak  dilakukan  pada sembarangan orang. Namun, sistem ini diterapkan pada orang-orang yang melanggar peraturan yang ada di suku Korowai tersebut. Salah satunya jika ada salah seorang warga diketahui sebagai tukang sihir atau khuakhuameski suku Korowai menerapkan sistem kanibalisme, namun ritual ini sudah semakin berkurang pada masyarakat Korowai yang mulai mengenal dunia luar.[5]

D.    Kebudayaan Suku Korowai
a)      Pakaian Adat
Pakaian Korowai adalah salah satu suku di Irian yang tidak memakai koteka. Kaum lelaki suku ini memasuk-paksa-kan penis mereka ke dalam kantong jakar (scrotum) dan pada ujungnya mereka balut ketat dengan sejenis daun. Sementara kaum perempuan hanya memakai rok pendek terbuat dari daun sagu.
b)      Rumah Adat
Keunikan suku Korowai terdapat pada tempat tinggal mereka berupa rumah pohon, yang dapat mencapai ketinggian 8-12 meter diatas permukaan tanah atau bahkan mencapai ketinggian 45 meter bila berada di area hulu sungai, dan dilengkapi dengan sebatang pohon untuk membantu mereka naik ke atas rumah (tangga). Setiap rumah pohon didesain menjadi dua hingga tiga  ruangan, sedikitnya dapat ditempati oleh seorang pria dan wanita dewasa, dan dilengkapi dengan tempat untuk meletakkan api. Ada tiga alasan suku Korowai memilih hidup di rumah pohon. Alasan pertama, mereka merasa dengan hidup di rumah pohon maka mereka akan lebih aman dari serangan musuh. Kedua, dengan tinggal di rumah pohon, suku Korowai akan lebih mudah mengawasi dan mendapat hewan buruan, seperti babi hutan yang berkeliaran di bawah rumah pohon mereka sehingga dengan mudah dapat dibidik dengan panah. Ketiga, mereka menganggap bahwa rumah pohon memiliki nilai tersendiri karena sudah merupakan budaya yang diwariskan secara turun temurun sehingga mereka merasa nyaman tinggal disana.[6]
Diatas ketinggian hingga mencapai 40-50 meter, masyarakat Korowai tinggal lazimnya orang yang tinggal di rumah pada umumnya. Uniknya, lokasi rumah yang berada diketinggian pohon tersebut, tidak menjadi masalah bagi para penghuninya termasuk orang tua (kakek, nenek) anak kecil, ibu yang menggendong bayi hingga wanita hamil sekalipun. Rumah pohon yang ditinggali masyarakat Korowai terbuat dari kayu yang diambil dari sekitar hutan. Cara membangun rumah ini pun masih menggunakan metode tradisional dengan menggunakan kapak yang terbuat dari batu. Rumah pohon bagi masyarakat Korowai adalah hal yang sangat krusial dalam kehidupan. Rumah Pohon dibuat untuk menghindari serangan binatang buas serta nyamuk penyebar malaria. Selain itu, rumah pohon juga sangat berguna untuk mengontrol hewan perburuan seperti babi hutan. Selain alasan tersebut, alasan adat mungkin menjadi alasan kuat mengapa suku Korowai masih mempertahankan rumah pohon hingga saat ini. Hal tersebut mungkin yang membuat suku Korowai merasa nyaman untuk tinggal dirumah pohon tersebut karena mengandung nilai adat istiadat yang tinggi dan dijaga secara turun temurun.[7]
Meskipun rumah mereka di atas pohon, hidup mereka lebih banyak dihabiskan di bawah. Rumah pohon hanya digunakan untuk berlindung dan tempat untuk tidur dikala malam. Pada pagi hari, anak-anak dibopong untuk dibawa turun dan diajarkan cara mengolah sagu dan berburu. Anjing peliharaan mereka juga dibopong turun untuk menemani mereka berburu. Suku Korowai hidup dengan menggantungkan pada alam. Untuk mendapatkan karbohidrat untuk nasi, mereka mengolah sagu, menanam umbi-umbian, juga menanam pisang. Untuk memenuhi kebutuhan gizi, mereka menangkap ikan di sungai dengan bubu dan tombak, juga berburu hewan dengan panah.
Menjelang senja, keluarga suku Korowai satu-satu naik ke rumah pohon untuk istirahat dan merencanakan perburuan di hari esok.[8]

E.     Kehidupan Suku Korowai
Untuk membangun sebuah rumah, dipilih pohon besar kokoh sebagai tiang utama. Lantainya terbuat dari cabang. Kulit pohon sagu digunakan untuk membuat dinding. Atapnya dari daun hutan. Untuk merangkai rumah, dipilih tali rotan yang kuat. Untuk menjangkau rumah, disusun tangga panjang menjulai ke bawah. Sebelum menempati rumah itu, mereka akan melakukan ritual malam mengusir roh jahat.
Setiap keluarga memiliki kebun sagu. Mereka juga mengumpulkan sayuran hijau, dan buah-buahan yang semuanya tumbuh di hutan. Babi dan anjing adalah satu-satunya hewan peliharaan. Babi memiliki nilai sosial dan hanya dibunuh saat ritual dan diacara-acara khusus. Anjing digunakan untuk berburu. Untuk memancing, mereka menggunakan busur dan panah. Di masa lalu, buaya juga ditangkap untuk dimakan.[9]


[1] Yulis Nurmayanti, dari http://yulisnurmayanti.blogspot.co.id/2014/02/suku-korowai-irian-jaya.html, diakses pada tanggal 01-Juni-2016, pukul 14.00 WIB.
[2] ProtoMalayan, dari http://protomalayans.blogspot.co.id/2012/08/suku-korowai.html, diakses pada tanggal 01-Juni-2016, pukul 14.30 WIB.
[3] Yulis Nurmayanti, dari http://yulisnurmayanti.blogspot.co.id/2014/02/suku-korowai-irian-jaya.html, diakses pada tanggal 01-Juni-2016, pukul 15.00 WIB.
[4] http://www.feed.id/article/5-hal-menarik-suku-kanibal-korowai-dan-kombai-yang-perlu-kamu-ketahui-141127d.html , diakses pada tanggal 01-Juni-2016, pukul 16.00 WIB.
[5] Eleven Social One, dari http://esosmager.blogspot.co.id/2013/04/suku-korowai.html, diakses pada tanggal 01-Juni-2016, pukul 16.30 WIB.
[6] Eleven Social One, dari http://esosmager.blogspot.co.id/2013/04/suku-korowai.html, diakses pada tanggal 01-Juni-2016, pukul 16.30 WIB.
[7] http://www.papua.us/2013/04/suku-korowai-masyarakat-tradisional.html, diakses pada tanggal 01-Juni-2016, pukul 20.00 WIB.
[8] Sigit Wahyu, dari http://kidnesia.com/Indonesiaku/Teropong-Daerah/Papua/Seni-Budaya/Rumah-Pohon-Suku-Korowai, diakses pada tanggal 01-Juni-2016, puku 21.00 WIB.
[9] http://www.jeratpapua.org/2015/03/29/mengenal-suku-korowai-di-selatan-papua/, diakses pada tanggal 01-Juni-2016, pukul 21.30 WIB.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;